Dapatkah Doa Mengendalikan Cuaca ?

Seorang wanita tua, yang giat senang berkebun menyatakan, bahwa ia sama sekali tidak percaya akan ramalan bahwa pada suatu ketika para ilmuwan akan mampu mengawasi cuaca. Menurut dia apa yang diperlukan, untuk mengawasi cuaca adalah doa.

Lalu pada suatu musim panas, ketika ia pergi keluar negeri, kemarau kering melanda negara dan meniadakan seluruh kebunnya. Ia begitu marah, ketika ia pulang, hingga ia berpindah agama.

Ia seharusnya mengubah kepercayaannya yang bodoh.

Desa yg selalu minta pertolongan

Imam di desa itu adalah orang suci, hingga setiap kali umat dalam kesulitan, mereka minta bantuan. Ia lalu akan menarik diri ke tempat khusus di dalam hutan dan mengucapkan doa khusus. Tuhan selalu akan mendengarkan doanya dan desa akan tertolong.

Ketika ia meninggal dan umat dalam kesulitan, mereka minta bantuan penggantinya, yang bukan orang suci, tetapi tahu akan rahasia tempat khusus di dalam hutan dan doa khususnya. Maka ia berkata: "Tuhan, Engkau tahu, aku bukan orang suci. Tetapi Engkau tidak akan membebankan hal itu kepada umatku? Maka dengarkanlah doaku dan datanglah menolong kami."
Tuhan mendengarkan doanya dan desa itu pun akan tertolong.

Ketika Ia juga meninggal, dan umat dalam kesulitan, mereka minta bantuan penggantinya, yang tahu akan doanya yang khusus, tetapi tidak tahu tempaat didalam hutan. Maka ia berkata: "Engkau tidak pedli tempat, Tuhan? Bukankah setiap tempat menjadi suci karena kehadiran-Mu? Maka dengarkanlah doaku dan datanglah menolong kami." Dan sekali lagi Tuhan akan mendengarkan doanya dan desa akan tertolong.

Nah kini Ia meninggal juga, dan ketika umat dalam kesulitan, mereka minta bantuan penggantinya yang tidak tahu akan doa khususnya atau juga tempat yang khusus di dalam hutan. Maka ia berkata: "Bukan rumusnya yg Engkau hargai, Tuhan, tetapi jeritan hati di dalam kesusahan. Maka dengarkanlah doaku dan datanglah menolong kami." Dan sekali lagi Tuhan akan mendengarkan doanya dan desa akan tertolong.

Setelah orang itu meninggal, ketika umat dalam kesulitan mereka minta bantuan penggantinya. Nah imam ini lebih terbiasa dengan uang daripada dengan doa. Maka ia akan berkata pada Tuhan: "Allah macam apa Engkau itu, Engkau yang sebabkan sendiri, Engkau masih tetap tidak mau mengangkat jari sampai Engkau melihat kami mengeluh, memohon, meminta ? Nah, Engkau dapat berbuat sekehendak hatimu dengan umat itu." Lalu ia akan segera kembalipada urusan, yang sedang dikerjakannya. Dan sekali lagi Tuhan akan mendengarkan doanya dan desa itu akan tertolong.

Narada membawa mangkuk berisi susu

Orang bijaksana dari India, Narada, menaruh bakti kepada Dewa Hari. Demikian besar baktinya, hingga pada suatu hari ia tergoda untuk berpikir, bahwa di seluruh dunia tidak ada orang , yang mencintai Tuhan melebihi dia.

Tuhan membaca hatinya dan berkata: "Narada, pergilah ke kota di pinggir Bengawan Gangga, sebab seorang penyembahku diam di sana. Hidup di sampingnya akan baik bagimu."

Narada pergi dan bertemu dengan seorang petani, yang pagi bangun, menyebut nama Hari hanya satu kali, lalu mengangkat bajaknya dan pergi ke ladangnya, di mana ia bekerja sepanjang hari. Hanya sesaat sebelum tidur di waktu malam ia mengucapkan nama Hari satu kali lagi. Narada berpikir : "Bagaimana si petani ini bisa berbakti kepada Tuhan? Kulihat dia sepanjang hari sibuk dengan urusan duniawi."

Lalu Tuhan berkata kepada Narada, "Isilah mangkuk dengan susu sampai penuh limpah dan berjalanlah keliling kota. Lalu datanglah kembali tanpa menumpahkan satu tetes pun juga." Narada berbuat apa yg dikatakan.

"Berapa kali engkau ingat akan daku selama berjalan keliling kota?" tanya Tuhan.

"Tidak satukali pun Tuhan," kata Narada, "Bagaimana aku bisa, kalau Engkau menyuruh aku memperhatikan mangkuk berisi susu itu?"

Tuhan berkata: " Mangkuk itu menguasai pikiranmu hingga engkau lupa aku sama sekali. Tetapi lihat petani yg meskipun dibebani tugas menghidupi keluarga, ingat akan daku dua kali sehari?"

Keahlian Tuhan itu Mengampuni

Kebiasaan orang Katolik itu mengakukan dosanya kepada imam dan mendapatkan pelepasan darinya sebagai tanda pengampunan Tuhan. Nah, kerapkali lalu timbul bahaya, bahwa orang yang mengaku menganggap hal ini sebagai jaminan, tanda bukti yg akan melindungi mereka dari pembalasan Allah, dan dengan demikian lebih percaya pada pelepasan oleh imam daripada belaskasih Tuhan.

Perugini, seorang pelukis Italia dari Abad Pertengahan juga tergoda berbuat itu menjelang ajalnya. Ia memutuskan tidak mau mengaku jika, dalam ketakutan itu, ia hanya berusaha menyelamatkan jasadnya. Itu akan merupakan skrilegi dan hujatan kepada Tuhan.

Istrinya, yang tidak tahu apa-apa mengenai keadaan jiwa suaminya, bertanya kepadanya, apakah ia tidak takut mati tanpa pengakuan. Perugini menjawab : "Pandanglah itu demikian, bu : Keahlianku melukis dan aku menjadi ulung sebagai pelukis. Keahlian Tuhan itu mengampuni, dan jika Ia sungguh ahli yang baik, seperti aku ahli lukis yang baik, aku lalu tidak melihat alasan untuk takut."

Guru dan Buaya

Seorang murid mencari guru, yang bisa menuntun dia ke jalan kesucian : ia datang di sebuah ashram dipimpin oleh seorang guru, yg kecuali mempunyai nama tenar karena suci, juga seorang penipu. Tetapi orang pencari itu tidak tahu akan hal ini.

"Sebelum aku menerima kamu sebagai muridku," kata guru, "Aku harus menguji ketaatanmu. Ada sungai mengalir di dekat ashram, dihuni banyak buaya. Aku mau kamu menyeberangi sungai ini melewati air."

Begitu besar percaya si murid muda ini, hingga ia tepat melakukan itu : Ia berjalan mengarungi air sambil berteriak, "Segala kehormatan kepada kuasa guruku !"
Guru heran, bahwa orang itu berjalan dari pantai ke pantai tidak terganggu.

Ini meyakinkan guru, bahwa ia lebih dari orang suci seperti yg ia gambarkan sendiri. Maka ia memutuskan memberi pertunjukkan kuasanya kepada para murid dan mengharumkan namanya sebagai orang suci. Ia masuk ke dalam sungai berseru, " Segala kehormatan bagiku ! Segala kehormatan bagiku !" Buaya-buaya segera menangkap dia dan memangsanya.

Rahib dan Dirinya

Ada kisah yang mengungkapkan, seorang rahib hidup di padang gurun Mesir, yang begitu tersiksa oleh godaan, hingga ia tidak dapat tahan lebih lama lagi. Maka ia memutuskan meninggalkan pertapaannya dan pergi ke tempat lain.

Ketika ia mengenakan sandal utk melaksanakan niatnya, ia jug amelihat rahib lain, tidak jauh dari tempatnya berdiri, yang juga mengenakan sandalnya.

"Siapa engkau itu?" ia bertanya kepada rahib asing itu.

"Aku ini engkau sendiri," jawabnya. "Jika karena aku, engkau meninggalkan tempatmu, baiklah engkau ketahui bahwa kemana pun engkau pergi, aku akan mengikuti engkau."

Pasien putus asa berkata kepada psikiater, "Ke mana pun aku pergi aku membawa diriku sendiri dan itu mencemari segala."

Apa yg engkau hindari - dan apa yg engkau dambakan - keduanya ada dalam dirimu.

Penemuan modern yang terbilang besar

Seorang guru memberi pelajaran tentang penemuan-penemuan modern.

"Apa kamu ada yang bisa menyebutkan sesuatu yang penting yang belum ada limapuluh tahun lalu," tanyanya.

Anak pintar di deretan depan mengangkat tangannya bersemangat dan berkata. "Saya !"

Misteri tentang Diri

Seorang tua mempunyai toko seba unik dan antik di dalam kota besar. Seorang turis masuk dan mulai bicara dengan orang tua itu tentang banyak barang yang terkumpul di toko.

Turis bertanya : "Menurut pendapat anda, mana paling aneh dan paling ajaib dari semua hal yang ada di sini?"

Orang itu memeriksa ratusan hal yang serba aneh, antik, binatang terisi kapuk, tengkorak menyusut, ikan dan burung diawetkan, temuan arkeologi, kepala rusa, ... lalu berpaling kepada turis dan berkata : "Barang yang paling aneh dalam toko ini tak dapat disangkal lagi adalah saya sendiri."

Nyonya Pumphampton

Nyonya Pumphampton menerima pria pacarnya untuk minum teh, maka pembantunya diberi persen besar. "Ini, terimalah ini. Kalau engkau mendengar aku teriak minta tolong, engkau boleh libur satu hari."

Truk Pemadam Kebakaran tanpa Rem

Ada yang lahir suci.
Ada yang mencapai kesucian,
lainnya berusaha ke arah kesucian.

Sumur minyak tersambar api dan perusahaan memanggil para ahli untuk memadamkan kebakaran. Tetapi begitu hebat nyala api, hingga pemadam tidak bisa mendekat sampai tiga ratus meter dari lokasi. Penanggung jawab, dalam keputusasaan memanggil sukarelawan pemadam kebakaran setempat untuk menolong sedapat-dapatnya.

Setengah jam kemudian truk pemadam setengah ringsek masuk di jalan dan berhenti tiba2 sepuluh meter dari api yang mengamuk. Para petugas loncat keluar dari truk dan menyebar, lalu terus beraksi memadamkan api.

Penanggung jawab, penuh syukur, mengadakan perayaan beberapa hari kemudian, di mana keberanian para pemadam kebakaran setempat dipuji, dedikasi pada kewajiban dijunjung tinggi - dan cek amat besar dihadiahkan kepada pemimpin kelompok pemadam. Ketika ditanya para wartawan, ia mau apa dengan cek itu, pemimpin kelompok menjawab; "O, pertama-tama yang harus kulakukan ialah membawa truk kebakaran itu ke bengkel dan memperbaiki remnya."

Bagi orang lain, celakanya, kesucian itu hanya upacara.

Penerbangan perdana

"Ini adalah penerbangan anda yang pertama. Apakah anda sudah merasa ciut hati ?"

"Hmm, untuk menceritakan kebenaran kepada anda, saya tidak berani meletakkan sepenuh berat badan saya di atas tempat duduk ini."

Wanita tua dan Ayam Jantan

Seorang wanita tua mengamati, bahwa dengan ketepatan ilmiah ayam jantannya mulai berkokok sebelum matahari terbit setiap hari. Maka ia sampai pada kesimpulan bahwa kokok si ayam jantan mengakibatkan matahari terbit.

Maka ketika jagonya tiba-tiba mati, ia cepat-cepat menggantinya dengan jago lain, supaya matahari tidak lupa terbit pagi hari berikutnya.

Pada suatu hari ia berselisih dengan tetangga dan mengancam mau pindah desa ikut saudaranya beberapa kilometer jauhnya dari situ.

Ketika ayam berkoko pagi harinya, dan sebentar lagi matahari mulai terbit anggun di atas cakrawala, ia yakin benar pengetahuannya selama ini, matahari terbit di sini dan desanya ada dalam kegelapan - Nah itulah yang mereka minta.

Namun ini membuat dia bertanya-tanya, mengapa para tetangganya dulu tidak datang memohon kepadanya, untuk kembali ke desa dengan ayam jantannya. Inilah karena mereka keras kepala dan bodoh.

"Oh tadi telah kami goncangkan jembatan itu !"

Seekor gajah lepas dari kawanannya dan lewat melintasi jembatan kayu kecil di atas jurang.

Jembatan tua itu goyah dan gemeretak, hampir tidak kuat menyangga berat si gajah.

Setelah sampai di seberang, seekor lalat yang bertengger pada telinga gajah, berseru dalam perasaan amat puas, "Oh tadi, telah kami goncangkan jembatan itu !"

Gempa Bumi dan Minuman Keras

Pada suatu pesta di Jepang, seorang tamu dipersilakan meinum minuman Jepang populer. Setelah satu sloki ia melihat meja kursi berputar-putar.

"Minuman ini keras sekali," katanya kepada tuan rumah.

"Tidak begitu," jawab tuang rumah. "Ini kebetulan ada gempa bumi."

Pendapatan dan Pelepasan

Dua rahib mengadakan perjalanan. Yang satu mengikuti spiritualitas "pendapatan", yang lain lebih percaya akan "pelepasan". Sepanjang hari mereka berdiskusi tentang spiritualitas masing-masing, sampai malam mereka tiba di pinggir sungai.

Kini yang percaya akan "pelepasa" tidak membawa uang, Ia berkata: "Kami tidak bisa membayar tukang perahu utk menyeberangkan kami, tetapi mengapa memikirkan tubuh. Kami bermalam di sini menyanyikan kemuliaan Tuhan, dan esok kami pasti menemukan orang baik hati, yang akan membayar ongkos penyeberangan kami."

Yang lain berkata :"Di sisi tidak ada dukuh, tidak ada desa, gubug, atau pondok. Kami akan ditelan binatang buas atau digigit ular atau mati kedinginan. Di sisi sungai lain kami akan bisa bermalam aman dan enak. Aku punya uang utk membayar tukang perahu."

Setelah mereka aman di sisi sungai lainnya, ia membuktikan kepada temannya: "Tahu engkau, nilainya menyimpan uang? Aku dapat menyelamatkan hidupmu dan hidupku. Apa yg terjadi pada kita, seandainya aku ini orang pengikut "pelepasan" seperti engkau".

Yang lain menjawab: "Karena engkau ikut pelepasan, maka itulah yg menyeberangkan dan menyelamatkan kita, sebab engkau membagi uangmu utk membayar tukang perahu, bukan? Apalagi karena tidak punya uang dalam kantongku, kantongmu menjadi kepunyaanku. Kulihat aku tidak pernah kekurangan, aku selalu dicukupi."

Penyelenggaran Illahi Dalam Tiga Perahu Penyelamat

Seorang imam di muka meja dekat jendela menyiapkan khotbah tentang Penyelenggaraan Tuhan, ketika ia mendengar sesuatu seperti ledakan. Segera ia melihat orang lalu lalang berlari-lari dalam kepanikan dan menemukan, bahwa bendungan telah meledak, sungai meluap dan rakyat sedang diungsikan.

Imam melihat air semakin tinggi di jalanan di bawah. Ia merasa sedikit sulit menekan rasa panik yang mencekam, tetapi ia berkata: "Di sini aku sedang menyiapkan khotbah tentang Penyelenggaraan Tuhan, dan aku mendapat kesempatan untuk mempraktekkan khotbahku. Aku tidak akan lari seperti lainnya. Aku akan tetap tinggal di sini dan percaya akan penyelenggaran ilahi untuk menolong aku."

Ketika air sudah sampai jendela, perahu penuh orang lewat. "Naiklah, pastor," teriak mereka. "Ah tidak anak," kata Pastor penuh percaya. "Aku percaya Penyelenggaraan Tuhan akan menolong aku."

Pastor memang betul naik ke atap, tetapi ketika air sampai di sana, seperangkat orang dalam perahu lewat, mendesak pastor naik, sekali lagi ia menolak.

Kali ini ia naik ke puncak menara lonceng. Ketika air sampai di lututnya, seorang petugas dalam perahu motor dikirim untuk menolongnya. "Terimakasih, saudara," kata Pastor dengan senyum tenang. "Aku percaya kepada Tuhan, Ia tidak akan meninggalkan aku."

Ketika pastor tenggelam dan naik ke surga, pertama-tam yang ia lakukan ialah mengeluh kepada Tuhan. "Aku percaya kepada-Mu. Mengapa Engkau tidak berbuat apa-apa untuk menolong aku."

"Ah," kata Tuhan. "Aku sudah mengirim perahu tiga kali."

Buku Sutra yang Tidak Bisa Dilihat

Tetsugen, murid Zen, merencanakan karya besar mencetak tujuh ribu buah buku sutra, yang sampai saat itu hanya ada dalam bahasa Tiong Hwa.

Ia menjelajahi panjang dan luasnya negara Jepang mengumpulkan dana untuk rencana ini. Beberapa orang kayaa memberinya sebanyak seratus butir emas, tetapi kebanyakan ia mendapatkan uang receh dari petani. Tetsugen menyatakan terimakasih sama kepada setiap penderma, tidak peduli jumlah uang yang diberikannya.

Sesudah selama sepuluh tahun ia akhirnya mengumpulkan dana yang diperlukan untuk karya itu. Justru waktu itu sungai Uji meluap dan ribuan tertinggal tanpa makan dan perumahan. Tetsugen membaagikan semuaa uang yang ia kumpulkan bagi rencananya untuk rakyat sengsara ini.

Lalu ia mulai mengumpulkan dana lagi. Lagi beberapa tahun lewat, sebelum ia mendapatkan uang yang dibutuhkan, lalu ada wabah menjalar di seluruh negara, maka Tetsugen memberikan semua yang ia kumpulkan untuk meringankan penderitaan.

Sekali lagi ia mengadakan perjalanan dan, duapuluh tahun kemudian, cita-citanya punya Kitab Suci dalam bahasa Jepang akhirnya menjadi kenyataan.

Percetakan, yang menerbitkan buku pertama dari sutra itu ada di pertapaan Obaku, di Kyoto. Orang Jepang menceritakan kepada anak-anaknya, bahwa Tetsugen menerbitkan tiga kali cetakan sutra seluruhnya, dan bahwa dua yang pertama tidak bisa dilihat dan jauh lebih baik daripada yang ketiga.

Patung Budha yang terbakar

Pada suatu malamhari di musim salju yang dingin, seorang pertapa mencari tempat berteduh di sebuah kuil. Orang lelaki yang malang itu berdiri menggigil di tempat di mana serpih-serpih salju berjatuhan terus-menerus. Maka imam penjaga kuil itupun kontan berpikir bahwa orang ini mesti dipersilakan masuk, katanya, "Baiklah, anda dapat tinggal di tempat ini, tetapi hanya selama satu malam. Tempat ini adalah kuil, dan bukan penginapan. Besok pagi anda harus sudah pergi dari sini."

Pada malam hari yang pekat itu, imam mendengar suara aneh yang gemeretak. Ia bergegas menuju kuil dan melihat pemandangan yang sungguh tidak masuk akal. Orang asing tadi menghangatkan dirinya dengan perapian yang dibuatnya di dalam kuil. Sebuah patung Budha yang terbuat dari kayu hilang. Imam itupun bertanya, "Di mana patung itu ?"

Orang yang tersesat itupun menunjuk ke arah perapian, dan berkata, "Saya pikir keadaan dingin ini bisa membuat saya mati."

Imam itupun berteriak, "Apakah anda tidak punya otak ? Apakah anda tahu apa yang telah anda buat ? Itu kan patung sang Budha. Anda telah membakar sang Budha !"

Api pun sedikit demi sedikit mengecil. Petapa itu menatap perapian dan mulai mencongkel-congkelnya dengan tongkatnya.

"Apa yang anda buat sekarang?" teriak imam itu.

"Saya sedang mencari tulang-tulang sang Budha yang anda katakan tadi telah saya bakar."

Kemudian imam itu melaporkan kejadian itu kepada seorang guru Zen yang mengatakan, "Kamu semestinya pastas disebut imam yang jelek, sebab kamu lebih menghargai sebuah patung Budha yang mati daripada seorang manusia yang hidup."

Dov Ber dan Baal Shem

Dov Ber itu bukan orang biasa. Orang-orang yang datang menghadapnya gemetar. Ia itu ahli ternama menguasai Talmud, tak tergoyahkan, tak dimengerti dalam ajaran. Dan ia tidak pernah ketawa. Ia yakin akan gunanya amenyiksa diri dan orang tahu ia berpuasa empat hari berturut-turut. Akhirnya kekerasan Dov Ber itu merobohkan dia. Ia jadi sakit payah dan tidak ada yang bisa dilakukan dokter utnuk menyembuhkannya. Sebagai jalan terakhir orang mengusulkan : "Mengapa tidak minta tolong Baal Shem Tov ?"

Dov Ber setuju, merkipun semula ia menolak saran itu, karena ia sama sekali tidak cocok dengan Baal Shem yang dianggap seperti penganut bidaah. Juga sedang Dov Ber itu percaya bahwa hidup hanya berarti karena sengsara cobaannya, Baal Shem berusaha meringankan drita dan terus terang mengajar, bahwa kegembiraanlah yang memberi arti kepada hidup.

Sudah lewat tengah malam, ketika Baal Shem menanggapi panggilan dan datang bermobil, mengenakan jas dari wol dan tutup kepala lulang binatang mahal. Ia masuk kamar si sakit dan memberikannya Buku Sinar Hidup, yang dibuka Dov Ber dan dibaca dengan suara keras.

Baru satu menit ia membaca ketika, begitu cerita orang, Baal Shem menyela: "Ada sesuatu yang kurang," katanya. "Sesuatu yang kurang dalam imanmu."

"Dan apa itu ?" tanya si sakit.

"Jiwa" jawab Baal Shem Tov.

Patung Budha di Kamakura

Patung Budha di Kamakura itu disimpan dalam kuil sampai pada suatu hari badai besar merobohkan kuilnya. Lalu bertahun-tahun patung besar itu berdiri di luar, tertimpa matahari dan hujan dan angin serta perubahan cuaca.

Ketika seorang imam mengumpulkan dana untuk membangun kuil, patung itu nampak kepadanya dalam mimpi dan berkata : "Kuil itu penjara, bukan rumah. Biar aku di luar kena serbuan hidup. Di situ tempatku."

Stasiun Dekat Rel Kereta Api

Seorang wisatawan penat mengeluh : "Mengapa mereka mendirikan stasiun tiga kilometer jauhnya dari kampung?"

Kuli yang menolong : "Seharusnya mereka berpikir : akan baik kiranya kalau stasiun itu dekat kereta tuan."
Stasiun serba modern
tiga kilometer jauhnya dari rel kereta api
itu sama gilanya
seperti kuil ramai dikunjungi
tiga sentimeter jauh dari hidup