Desa yg selalu minta pertolongan

Imam di desa itu adalah orang suci, hingga setiap kali umat dalam kesulitan, mereka minta bantuan. Ia lalu akan menarik diri ke tempat khusus di dalam hutan dan mengucapkan doa khusus. Tuhan selalu akan mendengarkan doanya dan desa akan tertolong.

Ketika ia meninggal dan umat dalam kesulitan, mereka minta bantuan penggantinya, yang bukan orang suci, tetapi tahu akan rahasia tempat khusus di dalam hutan dan doa khususnya. Maka ia berkata: "Tuhan, Engkau tahu, aku bukan orang suci. Tetapi Engkau tidak akan membebankan hal itu kepada umatku? Maka dengarkanlah doaku dan datanglah menolong kami."
Tuhan mendengarkan doanya dan desa itu pun akan tertolong.

Ketika Ia juga meninggal, dan umat dalam kesulitan, mereka minta bantuan penggantinya, yang tahu akan doanya yang khusus, tetapi tidak tahu tempaat didalam hutan. Maka ia berkata: "Engkau tidak pedli tempat, Tuhan? Bukankah setiap tempat menjadi suci karena kehadiran-Mu? Maka dengarkanlah doaku dan datanglah menolong kami." Dan sekali lagi Tuhan akan mendengarkan doanya dan desa akan tertolong.

Nah kini Ia meninggal juga, dan ketika umat dalam kesulitan, mereka minta bantuan penggantinya yang tidak tahu akan doa khususnya atau juga tempat yang khusus di dalam hutan. Maka ia berkata: "Bukan rumusnya yg Engkau hargai, Tuhan, tetapi jeritan hati di dalam kesusahan. Maka dengarkanlah doaku dan datanglah menolong kami." Dan sekali lagi Tuhan akan mendengarkan doanya dan desa akan tertolong.

Setelah orang itu meninggal, ketika umat dalam kesulitan mereka minta bantuan penggantinya. Nah imam ini lebih terbiasa dengan uang daripada dengan doa. Maka ia akan berkata pada Tuhan: "Allah macam apa Engkau itu, Engkau yang sebabkan sendiri, Engkau masih tetap tidak mau mengangkat jari sampai Engkau melihat kami mengeluh, memohon, meminta ? Nah, Engkau dapat berbuat sekehendak hatimu dengan umat itu." Lalu ia akan segera kembalipada urusan, yang sedang dikerjakannya. Dan sekali lagi Tuhan akan mendengarkan doanya dan desa itu akan tertolong.

Narada membawa mangkuk berisi susu

Orang bijaksana dari India, Narada, menaruh bakti kepada Dewa Hari. Demikian besar baktinya, hingga pada suatu hari ia tergoda untuk berpikir, bahwa di seluruh dunia tidak ada orang , yang mencintai Tuhan melebihi dia.

Tuhan membaca hatinya dan berkata: "Narada, pergilah ke kota di pinggir Bengawan Gangga, sebab seorang penyembahku diam di sana. Hidup di sampingnya akan baik bagimu."

Narada pergi dan bertemu dengan seorang petani, yang pagi bangun, menyebut nama Hari hanya satu kali, lalu mengangkat bajaknya dan pergi ke ladangnya, di mana ia bekerja sepanjang hari. Hanya sesaat sebelum tidur di waktu malam ia mengucapkan nama Hari satu kali lagi. Narada berpikir : "Bagaimana si petani ini bisa berbakti kepada Tuhan? Kulihat dia sepanjang hari sibuk dengan urusan duniawi."

Lalu Tuhan berkata kepada Narada, "Isilah mangkuk dengan susu sampai penuh limpah dan berjalanlah keliling kota. Lalu datanglah kembali tanpa menumpahkan satu tetes pun juga." Narada berbuat apa yg dikatakan.

"Berapa kali engkau ingat akan daku selama berjalan keliling kota?" tanya Tuhan.

"Tidak satukali pun Tuhan," kata Narada, "Bagaimana aku bisa, kalau Engkau menyuruh aku memperhatikan mangkuk berisi susu itu?"

Tuhan berkata: " Mangkuk itu menguasai pikiranmu hingga engkau lupa aku sama sekali. Tetapi lihat petani yg meskipun dibebani tugas menghidupi keluarga, ingat akan daku dua kali sehari?"

Keahlian Tuhan itu Mengampuni

Kebiasaan orang Katolik itu mengakukan dosanya kepada imam dan mendapatkan pelepasan darinya sebagai tanda pengampunan Tuhan. Nah, kerapkali lalu timbul bahaya, bahwa orang yang mengaku menganggap hal ini sebagai jaminan, tanda bukti yg akan melindungi mereka dari pembalasan Allah, dan dengan demikian lebih percaya pada pelepasan oleh imam daripada belaskasih Tuhan.

Perugini, seorang pelukis Italia dari Abad Pertengahan juga tergoda berbuat itu menjelang ajalnya. Ia memutuskan tidak mau mengaku jika, dalam ketakutan itu, ia hanya berusaha menyelamatkan jasadnya. Itu akan merupakan skrilegi dan hujatan kepada Tuhan.

Istrinya, yang tidak tahu apa-apa mengenai keadaan jiwa suaminya, bertanya kepadanya, apakah ia tidak takut mati tanpa pengakuan. Perugini menjawab : "Pandanglah itu demikian, bu : Keahlianku melukis dan aku menjadi ulung sebagai pelukis. Keahlian Tuhan itu mengampuni, dan jika Ia sungguh ahli yang baik, seperti aku ahli lukis yang baik, aku lalu tidak melihat alasan untuk takut."